Selasa, 09 November 2010

Apakah Hak-hak Kesehatan reproduksi wanita sudah terpenuhi?

Mari melihat sejenak tentang kesehatan reproduksi pada kaum hawa. Masih banyak perempuan dan gadis di Indonesia yang berasal dari komunitas miskin sulit mendapatkan kesehatan seksual dan reproduktif karena adanya undang-undang, kebijakan dan praktik yang diskriminatif. Dalam prosesnya pemerintah Indonesia telah berjanji untuk meningkatkan kesetaraan gender, tapi masih banyak perempuan di Indonesia yang harus berjuang untuk mendapatkan perawatan yang adil dan setara. Riset yang dilakukan ini menemukan diskriminasi berupa:
  1. Susahnya akses perempuan dan gadis untuk mendapatkan kontrasepsi

  2. Mengizinkan adanya pernikahan di usia dini pada gadis yang masih berusia di bawah 16 tahun

  3. Mensyaratkan perempuan untuk mendapatkan izin dari suami jika ingin mengakses beberapa metode kontrasepsi tertentu

  4. Rentannya pekerja rumah tangga terhadap kekerasan seksual.

Menolak memberikan akses kontrasepsi pada perempuan dan gadis yang tidak menikah akan membuat perempuan dan gadis ini memiliki risiko penularan penyakit http://openx.detik.com/delivery/avw.php?zoneid=986&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a9f2d374
dan juga kehamilan yang memicu terjadinya aborsi. Memang Indonesia Negara yang memiliki agama dan etika dalam hal ini. Memang jika kita mengeluarkan adanya missal ATM kondom, hal ini memang bertentangan. Di sisi lain kita melihat bahwa itu akan mengundang adanya seks bebas terutama kaum “free sex”, sedangkan di sisi lain kita dapat melihat bahwa jika dibiarkan ada sebuah proses yang menjadikan penularan penyakit akan semakin meningkat. Hal ini memang sebuah dilema dalam sebuah negeri Indonesia, memang jika kita melihat bebeapa Negara yang ,menjadikan hukum sebagai sebuah proses untuk mengontrol adanya seks bebas dan penyebaran penyakit dalam hal ini, tetapi semua tak lepas dari sebuah “culture” dari sebuah Negara itu. Ini memang situasi sulit dalam hal ini. Berbicara adanya diskriminasi, sementara itu riset yang dilakukan ini menuturkan diskriminasi yang terjadi tidak hanya sebatas undang-undang saja, tapi juga dalam hal stereotip. Misalnya perempuan memiliki fungsi primer untuk menikah dan nantinya mengandung serta memiliki anak. Kondisi ini memicu terjadinya penikahan dini (early marriage) yang meningkatkan risiko seorang perempuan hamil diusia yang sangat muda. Selain itu adanya ketakutan dan stigmatisasi yang membuat perempuan atau gadis yang hamil di luar nikah enggan meminta perawatan sebelum dan sesudah kehamilan. Kondisi ini memicu terjadinya aborsi yang tidak aman sehingga dapat meningkatkan jumlah angka kematian ibu. Angka kematian ini bisa dikurangi dengan melakukan aborsi yang aman, dalam hal ini korban pemerkosaan diizinkan atau legal melakukan aborsi dalam waktu enam minggu pertama kehamilannya. Namun sebagian besar korban mungkin belum mengetahui dirinya hamil pada saat itu, sehingga sebagian besar korban tidak bisa mendapatkan aborsi yang aman. Di samping itu beberapa pekerja kesehatan hanya mengetahui bahwa aborsi sah dilakukan jika ada komplikasi yang berkaitan dengan kesehatan ibu atau janin yang dikandungnya, dan tidak tahu mengenai aborsi legal untuk korban pemerkosaan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat (BKKBN) menuturkan untuk korban pemerkosaan bisa mengonsumsi obat kontrasepsi emergency untuk mencegah kehamilan yang diminum di malam hari setelah pemerkosaan dan keesokan harinya. Obat ini memang tidak dimasukkan dalam program kontrasepsi pemerintah dan saat ini hanya bisa ditemui di apotik-apotik besar saja, meskipun sudah dianjurkan ketersediannya di semua apotik. Untuk menangani rintangan terhadap kesehatan reproduksi yang menjadi salah satu faktor tingginya kematian ibu di Indonesia, Amnesty Internasional memberikan beberapa rekomendasi bagi pemerintah, yaitu:
  1. Mencabut semua undang-undang dan regulasi yang melanggar hak-hak seksual dan reproduktif, serta memastikan perempuan dan gadis dapat mewujudkan hak-haknya dengan bebas tanpa ada paksaan, diskriminasi dan ancaman kriminalisasi.

  2. Dekriminalisasi aborsi dalam semua keadaan guna memberantas tingginya jumlah aborsi ilegal dan tidak aman.

  3. Mensahkan undang-undang tentang pekerja rumah tangga yang sejalan dengan standar-standar internasional.

Amnesty International adalah sebuah badan yang mengurusi adanya Human Right sesuai Declaration of Human Right PBB. Memang aborsi di Indonesia tertuang di Indonesia mengenai hal ini. Memang rekomendasi dari Amnesty International beberapa orang menilai hal ini menjadikan sebuha Negara yang cukup liberal. Sehingga perlunya ada sebuah proses dan UU yang mengatur hal ini. Dan memang pelayanan medis atau kesehatan dalam hal ini perlu ditingkatkan, dan ini menjai PR bagi sebuah sistem kesehatan yang ada, agar kesehatan Indonesia menjadi lebih baik.
Sumber :  
  1. UU kesehatan Nomor 23/1992,

  2. The Right to Reproductive and Sexual Health,  

  3. Amnesty International (Women Health)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar