Selasa, 14 Desember 2010

Perlunya seorang apoteker menjelakan efek dan obat pada masyarakat


Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dalam hal ini menjelaskan bahwaperlunya  masyarakat pengguna obat-obatan medis memiliki hak mendapat penjelasan mengenai efek obat dan rekomendasi jenis obat yang sebaiknya digunakan dari apoteker dimananahak penjelasan tersebut merupakan implementasi fungsi "pharmceutical care" atau pengasuhan farmasi dari seorang apoteker, sebagaimana diamanatkan dalam UU 38/2009 tentang Kesehatan.Memang sebenarnya masyarakat kita harus dilindungi dari serangan obat-obatan berbahaya. Karena itu, fungsi apoteker sekarang berubah dari sekadar 'pelayan toko' menjadi pengasuh farmasi.
Dia menambahkan, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 16 ribu jenis obat dengan pertumbuhan sekitar 300 merek per bulan. Obat-obatan itu nyaris secara keseluruhan terdistribusi di 12 ribu apotek di Indonesia. Jika apoteker tak melakukan fungsi perlindungannya, katanya, maka masyarakat pengguna bisa terkena efek jangka panjang dari bahan-bahan kimiawi obat-obatan. Terlebih iklan obat saat ini begitu gencar diterbitkan di media sehingga jika tak diberikan informasi lebih dalam, masyarakat tidak akan mengetahui dampak lain obat selain informasi khasiat. Sebenarny obat itu bahan berbahaya. Jika dosis tidak tepat atau salah menggunakan jenis obat, efeknya luar biasa. Contohnya, penggunaan parasetamol secara kontinyu dan jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan hepar atau toxicity pada hepar.
Sehingga apoteker saat ini diwajibkan hadir di apoteker, dan dilarang mendistribusikan kewenangannya pada pelayan apotek lain.Itulah.

Jumat, 10 Desember 2010

Mari merubah gaya hidup untuk hindari penyakit.


Banyak Penyakit-penyakit yang dulu dikenal sebagai penyakit akibat Life style atau gaya hidup, belakangan ini tidak hanya ditemui di negara-negara industri tapi sudah menjadi penyakit yang mengglobal hingga ke negara-negara berkembang.

Penyakit kronis seperti diabetes dan tekanan darah tinggi menggantikan penyakit infeksi seperti AIDS, Malaria atau TBC sebagai penyebab kematian. 60 persen kasus kematian di dunia disebabkan penyakit-penyakit akibat gaya hidup tersebut, dan tendensinya meningkat.
Pusat Studi Kesehatan dan Kesehatan Kawasan Tropis mengamati, bahwa saat ini lebih banyak orang meninggal akibat penyakit gangguan peredaran darah, diabetes atau kelebihan lemak dibanding penyakit infeksi. Meski demikian dengan pengecualian Selatan Sahara. Di sana AIDS masih menjadi penyebab kematian terbesar.
Perkembangan ini merupakan hasil perubahan gaya hidup. Sebuah hasil kebiasaan makan yang buruk. Terlalu banyak garam, terlalu banyak gula, terlalu banyak lemak. Fakta bahwa makanan murah kebanyakan tidak begitu sehat. Selain itu kita tidak lagi terlalu banyak bergerak seperti dulu. Semua faktor-faktor yang merugikan kesehatan warga di Eropa ini, kini juga kita lihat di belahan lain dunia.
Cukup lama penyakit kronis seperti kelebihan lemak atau tekanan darah tinggi dipandang sebagai penyakit masyarakat yang sejahtera, sebagai penyakit akibat gaya hidup di negara-negara industri lama di Barat. Hal itu berubah akibat globalisasi dan urbanisasi. Juga di Afrika, makanan-makanan tradisional digantikan dengan makanan-makanan industri jadi.
Di negara-negara Arab dikonsumsi minuman softdrink yang banyak mengandung gula. Dan industri rokok yang menghadapi peraturan larangan merokok yang ketat di Uni Eropa dan Amerika Serikat, berusaha mencari pasaran baru di Asia.
Oleh sebab itu globalisasi dan meluasnya penyakit kronis memiliki kaitan, namun istilah bahwa penyakit di kalangan berada sudah tidak cocok lagi. Kata Pekka Puskan Ketua Federasi Jantung Dunia, "Pemikiran bahwa itu adalah penyakit di kalangan warga berada sudah berlalu, karena penyakit-penyakit ini justru menyebar di negara-negara miskin. Dan juga di kebanyakan negara Eropa, faktor risiko untuk penyakit kronis terutama terletak pada lapisan yang berpendapatan rendah. Penyakit ini semakin terkait dengan kemiskinan dan menurunnya tingkat sosial. Penyebab penyakit ini terletak pada faktor sosial ekonomi tapi juga sebaliknya. Terutama di negara-negara berkembang, orang-orang yang menderita penyakit ini juga merupakan korban kemiskinan, karena tidak ada jasa pelayanan sosial atau bantuan keuangan bagi mereka. Dengan kata lain, kemiskinan menyebabkan penyakit kronis dan penyakit-penyakit ini mengakibatkan kemiskinan. Demikian dipaparkanPekka Puskan.

80 persen orang yang meninggal akibat penyakit kronis saat ini berasal dari negara-negara yang berpendapatan rendah sampai menengah. Semakin banyak ilmuwan, tokoh politik dan organisasi internasional menyadari masalah tersebut. Tapi selain diabetes atau penyakit gangguan peredaran darah dan jantung masih ada bidang penyakit kronis lain yang selama ini dampaknya kurang disadari,  yakni penyakit psikis seperti depresi dan stres.