Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalty, sedangkan obat paten yaitu obat yang masih memiliki hak paten, biasanya selama 20 tahun, setelah 20 tahun baru boleh di produksi oleh perusahaan lain. Dalam hal ini Pemerintah boleh saja mengklaim mutu obat generik tak kalah bagus dari obat bermerek. Namun kenyataannya penggunaannya belum maksimal, salah satunya karena beberapa dokter masih meragukan mutu obat yang dianggap murahan itu.
Salah satu kendala menurut Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (Sri Indrawati, Ap) dalam evaluasi kerja 1 tahun kemarin menyebutkan masih banyak beberapa dokter yang belum percaya pada obat generik. Hal ini bisa jadi dinamika dalam kesehtan Indonesia yang ada saat ini. Terlihat kesan murahan kadang-kadang muncul justru karena harganya memang sangat murah. Untuk itu dalam setahun ini Kemenkes banyak melakukan rasionalisasi harga, yang menyebabkan harga beberapa jenis obat generik justru mengalami kenaikan.
Pada awal tahun 2010, obat generik yang mengalami kenaikan harga berjumlah 33 jenis, jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2007 yang hanya 6 jenis. Sebagian besar merupakan obat suntik yang dinilai terlalu murah sehingga tidak banyak industri yang berminat untuk memproduksinya.
Meski banyak yang mengalami kenaikan harga, jenis obat generik yang mengalami penurunan tercatat masih lebih banyak. Tahun ini 106 jenis obat generik telah diturunkan harganya, lebih banyak dibandingkan tahun 2007 yang hanya 61 jenis.
Namun masalah harga dan mutu bukan satu-satunya kendala dalam menggalakkan pemakaian obat generik. Menurut beliau (Sri Indrawati, Ap), 30 persen penyakit memang belum bisa diatasi dengan obat generik karena obatnya masih dilindungi paten. Dalam hal ini seperti contoh obat-obat kanker termasuk jenis obat yang belum banyak tersedia versi generiknya, jadi mau tidak mau tidak mau harus memakai obat paten yang ada.
Pada awal tahun 2010, obat generik yang mengalami kenaikan harga berjumlah 33 jenis, jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2007 yang hanya 6 jenis. Sebagian besar merupakan obat suntik yang dinilai terlalu murah sehingga tidak banyak industri yang berminat untuk memproduksinya.
Meski banyak yang mengalami kenaikan harga, jenis obat generik yang mengalami penurunan tercatat masih lebih banyak. Tahun ini 106 jenis obat generik telah diturunkan harganya, lebih banyak dibandingkan tahun 2007 yang hanya 61 jenis.
Namun masalah harga dan mutu bukan satu-satunya kendala dalam menggalakkan pemakaian obat generik. Menurut beliau (Sri Indrawati, Ap), 30 persen penyakit memang belum bisa diatasi dengan obat generik karena obatnya masih dilindungi paten. Dalam hal ini seperti contoh obat-obat kanker termasuk jenis obat yang belum banyak tersedia versi generiknya, jadi mau tidak mau tidak mau harus memakai obat paten yang ada.
Namun dalam hal ini pemerintah perlunya juga melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengawasan obat, seperti kita tahu maraknya barang tiruan bahkan obat tak luput dengan ini. Yang paling popular atau sering adalah tiruan dalam obat paten. Bahkan jarang obat generik tiruan, karena jika dalam logika orang memilih keuntungan berlebih daripada sedikit, jadi maka dari itu banyak maraknya obat-obat paten yang tiruan. Memang sekarang Industri farmasi berkembang pesat, sudah barang tentu banyak hal yang negatif, sehingga perlunya pemerintak dalam hal ini termasuk BPOM melakukan pengawasan yang lebih ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar